Photobucket Photobucket
SEKILAS INFO : bagi para semeton yang memiliki artikel dan layak untuk diketahui oleh kita semua khususnya tentang kebhujanggaan mohon kiranya dapat di kirim lewat e-mail ke : ngurah7wirawan@yahoo.co.id untuk diposting pada blog ini. suksma.

Minggu, 23 Mei 2010

Upacara Pengepah Ayu Dhanda Bharunana (Keguguran/Menggugurkan Kandungan)

Dalam kehidupan ini sering kali antara apa yang kita inginkan dengan kenyataan yang diterima kadang tidak sejalan. Sesuai dengan kodratnya keberadaan manusia di dunia ini melalui proses lahir hidup dan mati. Berbicara soal kelahiran sangatlah menarik, mungkin hari kelahiran yang kita inginkan kepada anak kita  dapat kita tentukan dengan bantuan dokter melalui bedah sesar yang lazim ditempuh pada saat ini berkat kemajuan teknologi kedokteran. Namun berbicara soal kematian jarang orang membicarakan padahal hal itu sudah pasti datangnya, hal ini mungkin disebabkan bahwa hari kematian itu adalah sepenuhnya hak sang pencipta. Sepasang pengantin yang baru menikah sudah tentu ingin memiliki parisentana/anak yang didambakannya namun kadang hal yang diharapkan tidak sesuai dengan keinginannya, misalnya mengalami keguguran atau bias saja terjadi pada pasangan suami istri yang telah memiliki keturunan dan tidak lagi menginginkan keturunan, lalu melakukan penguguran kandungan     ( aborsi ). Atau misalnya sepasang kekasih yang belum memiliki ikatan hubungan suami istri akibat salah pergaulan menyebakan kehamilan dan kehamilan ini tidak diharapkan lalu ia menggurkan kandungannya ( aborsi ), untuk menutupi aibnya, seperti yang sangat familiar kita dengar melalui siaran televisi, berita koran dan media massa lainnya. Jika peristiwa ini terjadi pada kita  sebagai umat Hindu apakah yang harus kita lakukan ?. Seperti yang telah disampaikan pada suatu kesempatan oleh  Prof.DR dr. LK Suryani , bahwa jika telah terjadi pertemuan benih pria dan wanita dan terjadi kehamilan berarti telah terjadi kehidupan. Sebagai umat Hindu yang percaya dengan keberadaan sang atma sangatlah penting untuk melaksanakan upacara terhadap si cabang bayi itu, meskipun belum berwujud, agar tidak menyebabkan kekacauan ( ngrubeda )  dalam keluarga, melalui upacara yang disebut dengan upacara     “ Pengepah Ayu “ akibat keguguran atau mengugurkan kandungan ( Dhanda Bharunana ) “. Mungkin upacara ini sangat jarang kita dengar dan jarang pernah kita lihat implementasinya. Pelaksanaan upacara ini  berdasarkan  Lontar  Lebur Gangsa dan Sunari Gama. Bagaimana pelaksanaannya ?.  Berikut tata upacara , urutan serta banten yang diperlukan.
Proses Pelaksanaan Upacara ini dilaksanakan di Laut/Segara.
  1. Sebelum pelaksanaan upacara di Laut, pertama kali wajib mengadakan upacara Pakeling dan Upacara Guru Piduka di Kemulan, kemudian nunas tirta untuk dibawa ke Laut. Upakara Meguru Piduka di Kemulan : Daksina Pejati, Ketipat, Pras, dan runtutannya. Banten Guru : mealed taledan, raka-raka sarwa galahan, tumpeng guru, kojong rangkadan, sampyan jeet guak. Sesayut Guru Piduka/Bendu Piduka : taledan kulit sesayut, raka – raka jangkep, tumpeng putih meklongkang plekir, kojong rangkadan, limang tebih jaja bendu,suci, kwangen 1 buah,sampyan naga sari, penyeneng, wadah uyah, pebersihan dan runtutannya.
  2. Di laut, dipinggir laut/dipasir membuat pempatan agung ( persilangan ) menggunakan kain putih atau kain kasa.
  3. Nanceb sanggah cucuk : upasaksi ke surya munggah banten daksina, katipat pras, punjung, dan runtutannya. Ring sor sanggah : segehan gede asoroh.
  4. Di natar segara, di perempatan kain putih, bantennya sebagai berikut : a. banten yang dipakai untuk roh bayi : Bungan pudak, bangsah pisang, kereb sari, punjung dan banten bajang. b. Banten untuk ngulapin roh bayi : sorohan, pengulapan-pengambeyan, peras, daksina, ketipat, kelungah nyuh gading disurat ong kara ( genah ngadegan roh bayi ), kemudian dilakukan pemujaan ( mengembalikan kepada sanghyang sankanparaningdumadi ) roh bayi tersebut kemudian dilakukan pebaktian bagi roh bayi tersebut untuk kembali ke asalnya. Setelah itu klungah nyuh gading dan semua banten yang digunakan di hanyutkan ke laut.
  5. Pemuput pelaksanaan upacara Pengepah Ayu ini boleh dilakukan oleh pemangku, khususnya pemangku khayangan Dalem.
Demikianlah dengan melaksanakan upacara ini setidaknya kita telah melakukan salah satu dharma kita kepada mereka yang telah tiada. Bagi para semeton yang ingin mengetahui lebih dalam lagi tentang upacara ini dapat menghubungi Ida Bhujangga Rsi  Arimbawa Puja Segara, Griya Tasik – Ngis – Tabanan atau griya terdekat. Semoga apa yang disampaikan ini dapat bermanfaat.Suksma.

Doc. : Pesraman Teledu Nginyah Jembrana.

Kamis, 20 Mei 2010

NIYASA CAKRA ASTA BHUANA

Niyasa CAKRA  ASTHA BHUWANA adalah Niyasa atau Lambang pesemetonan Maha Warga Bhujangga Waisnawa.


Arti Niyasa atau Lambang  tersebut dapat diuraikan sebagai berikut :





SEGI LIMA BERWARNA DASAR HITAM.

SEGI LIMA : Lambang Bumi atau Alam Nyata/ Bhur Loka, amongan Sang Bhujangga, yang dengan Panca Bajra (BajraUter, Bajra-Padma, Bajra Orag, Bajra-Ketipluk dan Bajra- Sungu). WARNA DASAR HITAM : Lambang Hyang Wisnu. ARTINYA : Bhujangga berwatak laksana Bumi, yaitu penetral, dapat menerima pendapat orang lain, damai, tenang dan teguh pada kebenaran, karena meyakini, menjunjung tinggi dan bhakti kepada Hyang Wisnu ( waisnawa ).

CAKRA  BERWARNA  KUNING  EMAS.

CAKRA : Lambang senjata Sri Kresna yang ampuh. WARNA KUNING EMAS : Lambang Kesucian, kebenaran, kesederhanaan.ARTINYA : Dengan kesederhanaan, kesucian, kebenaran Kresna, awatara Tuhan, membimbing manusia untuk kembali ke Jalan Tuhan mencapai Moksa.


LINGKARAN BESAR DAN LINGKARAN KECIL BERWARNA PUTIH DAN MERAH.

LINGKARAN BESAR PUTIH : Lambang Bhuwana Agung, alam semesta.LINGKARAN KECIL MERAH : Lambang Bhuwana Alit ( manusia ) .ARTINYA : Dengan keberanian dan tekad suci Maha Warga Bhujangga Waisnawa menunju keseimbangan Bhuwana Agung dan Bhuwana Alit ( antara jasmani dan rohani ).

PADMA ASTA DALA DI ATAS AIR.
BUNGA TUNJUNG : Lambang Stana Ida Hyang Widhi Wasa ( berdaun delapan, berwarna hijau). AIR BERWARNA BIRU : Lambang kesamaan dan ketenangan. ARTINYA : Maha Warga Bhujangga Waisnawa berpandangan bahwa Manusia sama dihadapan Tuhan ( manusa pada ), dalam kehidupan ini setiap manusia mempunyai hak dan kewajiban yang sama, dengan ketenangan meningkatkan jati diri agar dapat menyatu dengan Tuhan ( Moksa ).


SWASTIKA BERWARNA KUNING EMAS
SWASTIKA : Lambang perputaran abadi ( alam semesta ). WARNA KUNING EMAS : Lambang kesucian, kebenaran, kesederhanaan. ARTINYA : Dinamika perkembangan Agama Hindu ( Waisnawa ) sesuai Desa Kala Patra dengan tetap mencerminkan kesederhanaan, kesucian dan kebenaran sejati.

Doc. Pesraman Teledu Nginyah Jembrana.

Senin, 17 Mei 2010

Lokasabha Maha Warga Bhujangga Waisnawa Kabupaten Jembrana 2 Mei 2010.

Maha Warga Bhujangga Waisnawa Kabupaten Jembrana pada tanggal 2 Mei 2010 telah  menyelenggarakan Lokasabha, pelaksanaan lokasabha tersebut berdasarkan Surat Moncol Pusat  Maha  Warga  Bhujangga  Waisnawa  Nomor  003.PP-MWBW.2-2010, tanggal 20 Pebruari 2010, perihal Pelaksanaan Sabha dan Lokasabha. Dari hasil pelaksanaan Lokasabha tersebut telah berhasil dipilih secara aklamasi tentang kepengurusan kemoncolan Kabupaten Jembrana yang baru untuk masa bhakti        2010 – 2015. Mekanisme  pelaksanaan lokasabha ini sesuai dengan surat  Moncol Pusat  Maha Warga Bhujangga Waisnawa diatas hanya memilih Sesepuh, Pengurus Harian ( Moncol/Ketua, Sekretaris dan Bendahara ) sedangkan Seksi – Seksi akan dilengkapi setelah pelaksanaan Mahasabha yang akan dilaksanakan oleh Moncol Pusat Maha Warga Bhujangga Waisnawa, sehingga dapat menyesuaikan dengan struktur kepengurusan Moncol Pusat yang akan terbentuk nanti. Dalam pelaksanaan Lakasabha ini telah berhasil terpilih sebagai   berikut : Sesepuh/Penasehat/Pengelingsir Guru I Gede Winasa dari Kelurahan Tegalcangkring, Guru Gede Kompyang Sumerta dari Desa Gumbrih, Guru Ketut Gede Astawan dari Desa Penyaringan ,Guru Ketut Sualem dari Desa Tuwed  dan Guru Kompyang dari Desa Sumbersari. Sedangkan untuk Kepengurusan Kemoncolan telah terpilih sebagai berikut : Moncol/Ketua Guru I Komang Wiasa dari Desa Baluk, Sekretaris Guru Putu Ngurah Wirawan dari Desa Gumbrih, Wakil Sekretaris Guru Putu Gede Tumulia Esnawa dari Desa Banyubiru dan Bendahara Guru Komang Suardika dari Kelurahan Baler Bale Agung Negara. Kepengurusan kemoncolan tersebut telah ditetapkan dengan  Keputusan Pengurus Moncol Pusat Maha Warga Bhujangga Waisnawa Nomor : 011 . Pp-Mwbw .V . 2010, tanggal 2 Mei 2010, tentang Pengukuhan Susunan Dan Personalia Pengurus Moncol Maha  Warga  Bhujangga  Waisnawa   Kabupaten  Jembrana  Masa    Bhakti   Tahun 2010 – 2015, yang dibacakan oleh Sekretaris Umum Pengurus Moncol Pusat Maha Warga Bhujangga Waisnawa  Guru Made Raka Metra. Untuk penyegaran organisasi pengurus kemancaan di Kabupaten Jembrana,  telah pula  ditetapkan kepengurusan pada masing – masing Kemancaan pada tanggal 25 Juni 2010 yaitu : Kemancaan Melaya Guru Ketut Cakra dari Desa Candikusuma, Kemancaan Negara Guru Putu Agus Arimbawa dari Kelurahan Baler Bale Agung, Kemancaan Jembrana Guru Kadek Sapta dari Desa Dangintukadaya, Kemancaan Mendoyo Guru Made Wijana dari Kelurahan Tegalcangkring. Dalam sambutan yang disampaikan oleh Pengurus Moncol Pusat Maha Warga Bhujangga Waisnawa yang dalam hal ini diwakili oleh Ketua I Pengurus Moncol Pusat Maha Warga Bhujangga Waisnawa  Guru Drs. Putu Suasta, MA , mengajak parasemeton  Warga Bhujangga Waisnawa agar dapat merekatkan lagi pesemetonan yang sudah baik ini, sehingga dapat mengatasi tantangan kedepan. Sedangkan dalam sambutan yang disampaikan oleh Penasehat Moncol Maha Warga Bhujangga Waisnawa Kabupaten Jembrana yang dalam hal ini diwakili oleh Guru Gede Winasa mengajak para semeton Maha Warga Bhujangga Waisnawa untuk menunjukan kerja yang baik dimanapun berada sehingga peran dan karya parisentana bhujangga waisnawa dapat memberikan kebahagiaan bagi lingkungannya. Untuk mewujudkan itu Guru Gede Winasa senantiasa mengajak para semeton untuk meraih pendidikan setinggi mungkin karena dengan pendidikan cita – cita itu dapat diraih.Acara lokasabha dihadiri oleh perwakilan para semeton Maha Warga Bhujangga Waisnawa yang ada di masing – masing  kecamatan dan  Ida Bhujangga Rsi ketiga griya yang ada di Kabupaten Jembrana, serta sekaligus dilakukan pelantikan pengurus kemoncolan yang baru oleh Pengurus Moncol Pusat Maha Warga Bhujangga Waisnawa.Pada akhir acara diisi dharma wacana oleh Ida Bhujangga Rsi Arimbawa Puja Segara dari Griya Tasik – Ngis Tabanan dengan materi “ Matirta Gemana “ dan “ Pengepah Ayu tentang Menggugurkan Kandungan/Keguguran ( Dhanda Bharunana )”.

Sabtu, 15 Mei 2010

Profil Ida Bhujangga Rsi Hari Anom Palguna, Griya Batur, Kelurahan Tegalcangkring, Kecamatan Mendoyo, Kabupaten Jembrana

Demi Titah Leluhur Kembali ke Kawitan Sulit memang, kalau jalan hidup sudah diatur oleh Hyang Widhi, rencana yang sudah matang pun menjadi lain karena melanjutkan titah leluhur. Sebaliknya, kalau ditolak akan banyak masalah akan menimpa keluarga yang silih berganti berdatangan, termasuk ekonomi keluarga menjadi kacau balau. Apa salahnya melanjutkan kepanditan leluhur kalau sudah kehendak Tuhan.Seperti pepatah mengatakan, setinggi-tingginya burung terbang, atau sejauh-jauhnya burung merantau guna mencari makan, pada akhirnya kembali jua ke sarangnya atau ke tanah kelahirannya. Begitulah kehidupan bagi orang yang merantau di tanah orang. Walaupun rencana matang sudah dilakukan. Tapi, kehendak leluhur atau Hyang Widhi memutuskan lain.Begitu perjalanan seorang sulinggih dengan bhiseka Ida Bhujangga Rsi Hari Anom Phalguna selama walaka. Awalnya, tutur Ida Rsi dengan nama walaka I Gede Putu Widnyana, S.Sos, tidak akan kembali ke tanah leluhurnya. Guna memantapkan rencana tersebut, demi perkembangan umat Hindu, akhirnya fakta bicara lain. Sulinggih dengan 3 anak ini pun tidak bisa memutuskan secara saklek kehendak apa akan direncakan di Irian. Pasalnya, datang surat dari Pulau Dewata, memberikan ketegasan yang tidak bisa ditolak.“Pokokne, Bli harus pulang, tidak ada lain selain Bli yang melanjutkan trah leluhur untuk melanjutkan kepanditan di keluarga,” tutur Ida Rsi yang wawasan agamanya cukup luas.Di satu sisi, rencana untuk membuat merajan, membangun rumah serta tanah untuk itu sudah siap, bahkan sudah akan siap menjadi warga Irian.Sayangnya, demi titah Ida leluhur, Ida Rsi berprofesi PNS Badan Meteorologi Geofisika di Irian pun tidak bisa menolak untuk came back to campung. “Bagaimana ya, atas surat perintah dari Bali, Ida Rsi tidak bisa berkutik, harus dijalani, kalau tidak masalah akan menjadi lain di dalam keluarga,” kenang Ida Rsi yang mempunyai pikiran Hindu ke depan lebih padat dan lebih konsen dengan SDM berkualitas.Sejatinya, perjalanan Ida Rsi kelahiran tahun 1 Januari 1958 sudah kenyang makan garam baik secara teori maupun praktek agama. Maka, tidak heran Ida Rsi dengan pendamping setia Ida Bhujangga Rsi Istri Hari Laksmi paham betul makna-makna upakara serta prakteknya. Ida Rsi bertubuh tegap pun sudah pengalaman menjalani kebrahmanan mulai dari menjadi pamangku di berbagai daerah di luar Bali.Pertama kali, Ida dipercaya menjadi pamangku di Pura Jagatnatha Wira Bhakti, di Biak Irian Jaya tahun 1981 sampai 1994. selanjutnya, di Timor-Timur, juga mendapat kepercayaan mengemban tugas suci di Pura Girinata mulai tahun 1994 sampai tahun 1998. Guna memantapkan kualitas pamangkunya, sulinggih alumni STIA Yapis Irian Jaya ini pun pernah mengikuti penataran pamangku tingkat Nasional angkatan 11 di Unhi Denpasar tahun 1996. Akhirnya pindah ke kawitan (baca kembali ke tanah kelahiran) tahun 1998 serta tahun 2000 menjadi pangabih Ida Rsi Nabe.Kembali Ida Rsi mendapat tugas mulia dan menjadi pamangku di Pura Jagatnatha Pemkab Jembrana tahun 2000 sampai tahun 2004. Akhirnya tahun 2004 memutuskan madiksa menjadi sulinggih. Kentadi Ida Rsi sudah madeg pandita, tapi masih menjadi PNS aktif, namun status Ida sebagai staf ahli ditempatkan di Dinas Ekbang Sosbud Pemkab Jembrana. Karena tenaga Ida Bhujangga Rsi sangat dibutuhkan guna memberikan berbagai pertimbangan secara moril dan spiritual di dalam membangun Pemkab Jembrana.Yang sangat penting setelah perjalanan menjadi madeg pandita, Ida Rsi merasakan sekali tugas semakin berat. Kenapa? Karena Ida Rsi tidak mau sekadar malinggih, yang jelas Ida Rsi ingin memberikan pencerahan kepada umat Hindu agar menjadi pemeluk Hindu yang benar-benar paham dengan ajarannya. Tidak hanya menjadi pemeluk Hindu tapi tidak mengerti ajaran Hindu yang sebenarnya, apalagi hanya sibuk dengan upacara, sehingga muncul kesan Hindu itu rumit, biaya upacara mahal dan masalah krusial lainnya.
Kata Ida Bhujangga Rsi, tugas berat ini terus dijalani dengan dasar pilar agama yaitu satya, dharma, prema, shanti, dan ahimsa. Akhirnya dengan pilar pokok ini, segala tugas Ida Bhujangga berjalan dengan baik. Bahkan semakin sibuk mendapat tugas melayani umat dalam arti mulia Asal tahu saja, masih banyak yang harus diceritakan perjalanan Ida Bhujangga Rsi yang satu ini.Apalagi Ida Rsi mempunyai ide-ide yang sangat cerdas, berwawasan Hindu ke depan agar umat Hindu tidak risau menjadi Hindu. Ketimbang pindah agama, lebih baik Ida Rsi banyak terjun ke kantong-kantong umat yang mengeluh dengan ritual yang rumit, ribet, walaupun sejatinya menjadi umat Hindu tidak serumit yang dibayangkan.

Sumber : Guru Raka Adnyana – Denpasar.
Dok.     : Pesraman Teledu Nginyah Jenbrana